Topik : Pentingnya Restorasi Gambut bagi Masyarakat dan Lingkungan |
Greenpeace Indonesia |
Kekeringan? Kebakaran hutan? Penyalahgunaan lahan? Hal-hal ini tentu bukanlah hal yang asing bagi Indonesia. Ya, sudah beberapa kali saya dan tentunya kalian mendengar berita mengenai adanya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia. Tahun demi tahun lahan pertanian dan perhutanan di Indonesia semakin berkurang karena adanya kekeringan dan kebakaran hutan. Salah satu kejadian yang memperburuk kebakaran lahan di Indonesia adalah kebakaran lahan gambut. Pasti kita semua pernah mendengar istilah “Gambut”, ya, seperti yang pernah dipelajari di sekolah, lahan gambut adalah lahan yang biasanya terdapat di daerah rawa, pantai dan daerah genangan air. Untuk lebih jelasnya, lahan gambut tersusun dari tanah yang merupakan dekomposisi dari rerumputan, jasad hewan, dan material organik lainnya sehingga menumpuk selama ribuan tahun dan membentuk endapan tebal.[1]
Indonesia merupakan wilayah yang kaya akan lahan gambut. Luas lahan gambut yang terdapat di Indonesia adalah sekitar 14,9 juta hektar dan menyimpan karbon yang tinggi, diperkirakan mencapai 22,5-43,5 gigaton karbon.[2] Lahan gambut merupakan lahan basah yang memiliki kemampuan menyimpan air hingga 13 kali dari bobotnya.[3] Pada dasarnya, lahan gambut merupakan lahan yang tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerap dan menahan air. Namun, ketika kondisinya sudah terganggu, maka lahan gambut akan mengalami kekeringan dan menjadi mudah terbakar pada musim kemarau.
Pada tahun 2015 terjadi kebakaran yang melanda dua juta hektar hutan dan lahan. Dapat dibayangkan tidak, sih? Lahan gambut dan hutan yang sangat luas itu tiba-tiba dilalap api dan luas lahan yang terbakar juga tidak sedikit. DUA JUTA HEKTAR. Kalian tahu tidak, kalau itu setara dengan 32 kali luas Jakarta dan lebih dari setengah lahan itu adalah lahan gambut.[4] Kebakaran ini juga menjadi penyumbang 15% emisi karbon dunia.[5] Nah, kalian kaum muda yang kurang perhatian terhadap alam Indonesia dan tidak pernah pantau gambut mungkin belum mengerti dan belum merasakan apa kerugian dari terbakarnya lahan gambut ini. Kerusakan lahan gambut ini menggangu perekonomian masyarakat, loh, terutama masyarakat lokal. Kenapa? Karena lahan gambut ini merupakan rumah bagi hewan-hewan air, seperti ikan, udang, dan kepiting yang merupakan sumber pangan masyarakat Indonesia. Jika lahan gambut rusak dan sumber pangan tersebut semakin berkurang, tentu akan membawa kerugian bagi masyarakat Indonesia. Untuk itu, untuk memperbaiki kerusakan pada lahan gambut di Indonesia, penting untuk dilaksanan sebuah restorasi.
WWF Indonesia |
Pada November
2016, Presiden Joko Widodo mendirikan Badan Restorasi Gambut (BRG). Presiden
memberi mandat kepada BRG untuk melakukan restorasi terhadap dua juta hektar
lahan gambut hingga tahun 2020 nanti di tujuh provinsi, yaitu Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan
Papua.[6] Menjaga
keutuhan ekologis gambut merupakan suatu kunci dalam mengelola ekosistem
gambut, sehingga perlindungan dan pemulihan fungsi ekologis merupakan prioritas
untuk mencegah terulangnya kebakaran lahan gambut.[7] Menurut pantaugambut.id, terdapat lima
langkah restorasi gambut [8], yaitu:
1.
Memetakan
Gambut
Langkah ini
diperlukan untuk menentukan lokasi gambut yang menyusut dan mengetahui tipe
serta kedalamannya. Setiap gambut memerlukan jenis restorasi yang berbeda
tergantung pada kondisinya.
2.
Menentukan
Jenis, Pelaku, dan Rentang Waktu Pelaksanaan
Pada tahap ini,
mulai dapat ditentukan restorasi apa yang sesuai dengan kondisi gambut. Ada
restorasi yang harus melalui proses pembasahan dahulu, ada juga yang langsung
ditanam ulang (revegetasi). Pada langkah ini juga baru dapat ditentukan pihak
mana saja yang akan terlibat dan rentang waktu restorasi.
3.
Membasahi
Gambut
Mengembalikan
kelembapan gambut merupakan proses yang akan dilakukan pada tahap ini, salah
satunya dengan cara membuat kanal buatan agar air tetap berada di lahan gambut.
Jika daerah mengalami kekeringan, sumur bor dapat membantu proses pembasahan.
4.
Menanam
di Lahan Gambut / Revegetasi
Pada tahap ini,
lahan yang sudah lembap bisa kembali ditanami. Tanaman yang dipilih juga tentu
adalah tanaman yang dapat menambah keuntungan ekonomi bagi masyarakat tetapi
juga tidak merusak lahan gambut. Salah satunya adalah jelutung yang getahnya
bisa diambil untuk bahan permen karet. Nanas juga merupakan tanaman yang dapat
menambah pemasukan masyarakat karena waktu tumbuhnya yang tidak lama sehingga
bisa menghasilkan quick income. Masih
banyak tanaman lain yang bisa ditanami di lahan gambut. Menurut Profesor Rujito
Agus Suwignyo dari Center of Excellence Peatland Conservation
Productivity Improvement di Universitas Sriwijaya, mereka sudah
mengidentifikasi hampir 60 jenis tanaman yang aman untuk ditanam di lahan gambut.[9]
5.
Memberdayakan
Ekonomi Masyarakat Lokal
Selain
memperbaiki lahan gambut, restorasi juga harus bertujuan pada pulihnya ekonomi
masyarakat. Masyarakat harus memiliki alternatif dalam pemanfaatan lahan
gambut. Salah satunya adalah yang telah disebutkan di atas, yaitu menanam
tanaman yang dapat menunjang perekonomian masyarakat. Cara lain adalah dengan
membuka pariwisata alam. Keterjangkauan transportasi juga diperlukan dalam
rangka mendukung kemajuan wilayah lahan gambut.
Infonawacita |
Langkah-langkah
di atas merupakan cara untuk melakukan restorasi lahan gambut di Indonesia.
Restorasi tidak akan berjalan lancar jika masyarakat tidak ikut berperan dalam
pelaksanannya karena orang terdekat dengan lahan gambut adalah masyarakat itu
sendiri sehingga mereka harus mengerti bagaimana seharusnya mengelola dan
menjaga lahannya. Pemerintah dan lembaga juga perlu melakukan sosialisasi lebih
lagi terhadap masyarakat dan pengembangan infrastruktur di wilayah lahan gambut
sehingga masyarakat juga dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan lahan
gambut sehingga masyarakat mendapatkan keuntungan ekonomi. Dengan adanya akses
yang mudah, mereka tidak harus membakar lahan gambut untuk bisa
memanfaatkannya. Dengan adanya restorasi, fungsi gambut dalam menyerap dan
menyimpan air akan dapat kembali sehingga dapat mengendalikan banjir saat musim
hujan dan mengeluarkan cadangan air saat kemarau.[10] Untuk
itu, restorasi lahan gambut sangat diperlukan untuk dapat memulihkan lingkungan
dan juga perekonomian masyarakat Indonesia. Ayo kawan, mari kita pantau gambut dan dukung
restorasi gambut di Indonesia! #PantauGambut
Catatan Kaki dan Referensi:
[1]
Pantau Gambut, “Ada Apa Dengan Gambut?”, http://pantaugambut.id/pelajari/ada-apa-dengan-gambut
(diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[2]
Ibid.
[3]
Cecep Risnandar dan Ali Fahmi, “Lahan Gambut”, Jurnalbumi, https://jurnalbumi.com/lahan-gambut/
(diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[4]
Pantau Gambut, “Ada Apa Dengan Gambut?”, http://pantaugambut.id/pelajari/ada-apa-dengan-gambut
(diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[5]
GLF: Peatlands Matter, “Apa Itu Lahan Gambut?”, http://www.landscapes.org/peatlands/indonesian/tentang-lahan-gambut/
(diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[6]
Kantor Staf Presiden, “Presiden Targetkan Restorasi 400 Ribu Hektare Lahan
Gambut di Tahun 2017”, http://ksp.go.id/presiden-targetkan-restorasi-400-ribu-hektare-lahan-gambut-di-tahun-2017/
(diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[7]
Ibid.
[8] Lihat : Pantau Gambut, “Restorasi Gambut di Indonesia”, http://pantaugambut.id/pelajari/ada-apa-dengan-gambut (diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[8] Lihat : Pantau Gambut, “Restorasi Gambut di Indonesia”, http://pantaugambut.id/pelajari/ada-apa-dengan-gambut (diakses pada tanggal 14 Juli 2017)
[9] BBC Indonesia, “Mengapa Warga Sekitar Lahan Gambut Sulit Dapatkan Keuntungan
Ekonomi?”, http://www.bbc.com/indonesia/majalah-39414980 (diakses pada tanggal
14 Juli 2017)
[10]
Pantau Gambut, “Ada Apa Dengan Gambut?”, http://pantaugambut.id/pelajari/ada-apa-dengan-gambut
(diakses pada tanggal 14 Juli 2017